Kamis, 14 April 2016

Perjumpaan

Jumpa
Selalu ada kesan menggelitik dari lima huruf itu.


Mewarnai dan Diwarnai

Tentang beberapa buah kata yg sering jadi perenungan saat kuliah dulu.
"Diwarnai atau Mewarnai"
Hingga kini saat diri merasa ada di titik terendah, cuma mengingat bahasan tersebut. Lagi dan lagi. Lagi dan lagi.

Ada beberapa hal yang baru disadari sekarang, ada 3 tipe orang berkaitan dengan lingkungannya orang yang dengan mudah mewarnai orang lain, orang yang dengan mudah diwarnai, dan ada yang berdiri tegak dengan warnanya sendiri, tidak berusaha mewarnai sekitar maupun lunglai diwarnai sekitar.

Dulu kala aku berpikir bahwa aku merupakan orang ketiga. Yang berdiri teguh dengan keyakinannya. Jika hal itu baik aku dengan senang hati melakukannya. Namun apabila hal tersebut buruk ataupun sesuatu yang bertentangan dengan kepribadianku maka aku akan diam saja.Thats so me.

Tapi rasanya akhir-akhir ini, banget-banget jadi mood swinger. Ketika seseorang melakukan sebuah kesalahan setelah lama merasa bahwa diri ini sudah terlalu lama mencoba mengerti. Merasa sendiri dan tak berkawan. Rasanya merindukan teman satu satu yang selalu mengingatkan atas kebaikan. Sepertina aku rasa aku mudah diwarnai sekarang.


Teringat sebuah pesan dari seorang guru
"Jika melihat sungai jangan langsung terjun berenang, lihatlah dulu arusnya"


Entahlah rasanya aku tak menyesal atas apa yang sudah kulakukan, hanya semoga itu bisa menjadi sebuah pembelajaran yang baik bagiku.

Senin, 13 Juli 2015

Ditinggalkan

Ditinggalkan atau meninggalkan?

Jangan pernah mengajari aku rasanya ditinggalkan. Karena akupun hafal benar rasa menyakitkan itu.

Iya aku pernah dihampiri seorang teman. " Ros mau gak kamu pindah duduk di depan?". Aku menengok ke teman sebangku meminta persetujuan "gimana?". "Terserah kamu". Aku tersenyum sambil mengangguk. Mungkin menurut sebagian orang hal itu biasa sebelum mereka tau bahwa aku yang pindah depan cukup terpukul karena teman sebelahku tak turut serta. Aku pindah sendiri. Temanku meminta bukan menginginkan posisi duduk milikku, tapi dia meminta untuk duduk dengan teman sebelahku. Aku? Aku duduk di depan sendiri. Aku sadar bahwa mereka mungkin sudah sepakat di belakangku. Sadar bahwa aku selalu menjadi pilihan terakhir untuk berteman.

Juga pun pernah ada seseorang teman dari kabupaten sebelah. Dia ingin hadir dalam acara pernikahan teman SMA. Dia menghubungiku dapatkah aku menjemputnya di terminal. Aku bilang iya karena tak mempunyai alasan apapun untuk berkata tidak. Pagi-pagi aku sudah rapi. Ku datang sesuai permintaan teman tersebut. Sampai di terminal, dia belum datang. Cuma bisa menunggu dengan berbilang waktu yang lama. Saat diia datang hanya bisa memberikan rasa suka cita. Namun yang terjadi setelah itu. Saat dia sudah bertemu dengan teman yang lain, dia memilih untuk membonceng yang lain.


Aku sadar aku selalu menjadi pilihan terakhir
Tapi aku tak mau selalu berakhir dengan menyedihkan
Aku punya beberapa orang yang ingin aku bahagia
Dan aku harus berbahagia demi mereka

Jadi jangan pernah mengajariku rasanya ditinggalkan.
Pun jangan pernah menduga aku akan berniat untuk meninggalkan
Karena aku tau rasa sakitnya, dan aku tak mau menyakitimu
Tapi jangan pernah berharap padaku, karena aku hanya manusia biasa
Yang rawan untuk membuatmu kecewa

--Berharap pada manusia hanya akan menimbulkan kecewa semata-

Sabtu, 20 Juni 2015

Pasca Pra Jab

Sakit apa yang bisa bikin saya patuh minum obat?

Jawabannya sakit gigi. Sebutir amoxcilyn dan asam mefemanat sukses masuk ke perut dua kali sehari (btw harusnya si tiga kali). Seminggu sudah ini sakit giginya lho. Gegara geraham tumbuh dan kekurangan tempat akhirnya tumbuhnya nyamping. Dokter bilang harus di rontgen dulu baru dicabut. Dan karena ada kabar kalau hari sabtu biasanya klinik-klinik kek gitu rame, jadi saya tahan sampai hari senin aja. Tetiba penasaran kalau orang purba dulu kena kasus kek gini cemana ya?

Sakit gigi tadi saya dapat semas prajab dan masih bertahan sampai sekarang. Btw saya juga dapat banyak oleh-oleh selepas prajab.

Mungkin yang agak menggelikan, saya memperoleh creeping erruption. Larva migran namanya, tiba-tiba berkunjung ke kulit kaki saya dan membuat jalur-jalur aneh hingga kaki mirip kek lepas di tato gitu. Geli banget gatel, pingin rasanya tu kulit dipotong aja.

Belum lagi rasa nyeri di pangkal paha, moga-moga cuma trauma aja. Rasanya alhamdulilah sangat mending, cuma belum bisa buat lari aja. Atau kalau batuk sama bersin harus pasang posisi jongkok atau tengkurap, soalnya jadi ikut ketarik dan nyeri tiap bersin dan batuk. Nah tengkurap atau jongkok tadi meminimalisasi ketariknya otot di pangkal paha jadi ga terlalu nyerinya.

Teringat sebuah pesan yang dibisikkan seorang teman saat mau perpisahan prajab kemarin. "Cepat sembuh ya".  Jujur mata agak bengong sedikit terharu. Atau sebuah testimoni seorang teman "Jaga kesehatan ya". Karena sebenarnya hati sudah bersiap kalau tak ada  yang percaya. Dan memandang bahwa pernyataan di awal acara adalah sebuah kebohongan hina. Memilih benar jadi apatis. Bersiap dicap klemar-klemer.

Sebuah doa juga mengalir tiap melihat bayang di cermin "Cepat sembuh, strong girl". Melihat saldo di dua rekening berdoa semoga cukup. Pingin ke RSPP dimana ada dokter tulang perempuan, just to make sure my hamstring is ok. Rontgen gigi plus cabut gigi. Mau minta orang tua gak tega. Rapelan cepatlah datang.

Oh ya di tanga ada prentul kecil-kecil mirip dabakan, tapi gak demam kok, moga cuma gatal2 biasa. Hidung bersin berkali-kali. Moga gak flu just kecapekan gitu. Yah aku lagi penyakitan ini. Cepet sembuh nak.

Minggu, 19 April 2015

Seminggu

Mungkin sudah seminggu aku bekerja dengan sebuah memar di muka
Seminggu juga tak ada pelembap atau bedak bahkan hanya sekedar cuci muka lagi di kamar mandi kantor
Seminggu juga berteman dengan dua salep penyembuh luka
Seminggu juga harus bersahabat dengan pandangan kasihan pegawai lainnya
Seminggu juga harus siap tersenyum saat ada yang tanya " Kenapa matanya?"
Seminggu juga harus siap dengan pertanyaan " Udah dioles belum lukanya?"
Seminggu juga sudah nakal pergi tidur di masjid lebih lama
Seminggu juga menggerutu pusing dan capek
Seminggu juga kurang bersyukur bertanya-tanya kapan definitif tiba
Seminggu juga hampir lupa bahwa enam bulan telah berlalu
Sedikit mengingatkan bersabarlah, berdoa dia akan tiba lebih awal dari yang dulu.

Kamis, 19 Maret 2015

Hujan

Karena hujan tak pernah lelah mengusik hati yang sedang kosong.

Butiran dari langit itu selalu  turun dengan ringannya. Seolah tak peduli dengan apa-apa saja yang dirasakan oleh makhluk di bumi. Baginya hanya satu. Diperintah turun maka meluncurlah tanpa beban. Menyambut gaya gravitasi. Berjumpa kembali dengan remah-remah bumi.

Malam ini seorang anak manusia cukup tergugah dengan hujan. Hawa dingin menembus kulit. Mengundang segala syaraf mengenang beberapa memori yang terjadi.

Karena bukan rindu yang dia rasakan. Layaknya seperti jiwa-jiwa lain saat menyambut hujan. Yang ada justru kosong. Hanya pertanyaan yang tersisa. Kenapa?

Kenapa harus berjumpa kalau semua berujung pada perpisahan?

Sang hujan pun diam tak berani sekalipun menyela. Tugasnya hanya turun. Pun sebenarnya anak itu tak pernah butuh jawaban.

Hanya guntur yang cukup ramah menemani anak itu. Setidaknya menenggelamkan gerutuannya agar langit tak mendengar sesuatu yang jauh lebih gila.

Kamis, 05 Maret 2015

Mungkin aku terlalu banyak bermaksiat sehingga doa-doa yang kukirimkan tak bisa menenangkan dirimu