Senin, 13 Juli 2015

Ditinggalkan

Ditinggalkan atau meninggalkan?

Jangan pernah mengajari aku rasanya ditinggalkan. Karena akupun hafal benar rasa menyakitkan itu.

Iya aku pernah dihampiri seorang teman. " Ros mau gak kamu pindah duduk di depan?". Aku menengok ke teman sebangku meminta persetujuan "gimana?". "Terserah kamu". Aku tersenyum sambil mengangguk. Mungkin menurut sebagian orang hal itu biasa sebelum mereka tau bahwa aku yang pindah depan cukup terpukul karena teman sebelahku tak turut serta. Aku pindah sendiri. Temanku meminta bukan menginginkan posisi duduk milikku, tapi dia meminta untuk duduk dengan teman sebelahku. Aku? Aku duduk di depan sendiri. Aku sadar bahwa mereka mungkin sudah sepakat di belakangku. Sadar bahwa aku selalu menjadi pilihan terakhir untuk berteman.

Juga pun pernah ada seseorang teman dari kabupaten sebelah. Dia ingin hadir dalam acara pernikahan teman SMA. Dia menghubungiku dapatkah aku menjemputnya di terminal. Aku bilang iya karena tak mempunyai alasan apapun untuk berkata tidak. Pagi-pagi aku sudah rapi. Ku datang sesuai permintaan teman tersebut. Sampai di terminal, dia belum datang. Cuma bisa menunggu dengan berbilang waktu yang lama. Saat diia datang hanya bisa memberikan rasa suka cita. Namun yang terjadi setelah itu. Saat dia sudah bertemu dengan teman yang lain, dia memilih untuk membonceng yang lain.


Aku sadar aku selalu menjadi pilihan terakhir
Tapi aku tak mau selalu berakhir dengan menyedihkan
Aku punya beberapa orang yang ingin aku bahagia
Dan aku harus berbahagia demi mereka

Jadi jangan pernah mengajariku rasanya ditinggalkan.
Pun jangan pernah menduga aku akan berniat untuk meninggalkan
Karena aku tau rasa sakitnya, dan aku tak mau menyakitimu
Tapi jangan pernah berharap padaku, karena aku hanya manusia biasa
Yang rawan untuk membuatmu kecewa

--Berharap pada manusia hanya akan menimbulkan kecewa semata-

Sabtu, 20 Juni 2015

Pasca Pra Jab

Sakit apa yang bisa bikin saya patuh minum obat?

Jawabannya sakit gigi. Sebutir amoxcilyn dan asam mefemanat sukses masuk ke perut dua kali sehari (btw harusnya si tiga kali). Seminggu sudah ini sakit giginya lho. Gegara geraham tumbuh dan kekurangan tempat akhirnya tumbuhnya nyamping. Dokter bilang harus di rontgen dulu baru dicabut. Dan karena ada kabar kalau hari sabtu biasanya klinik-klinik kek gitu rame, jadi saya tahan sampai hari senin aja. Tetiba penasaran kalau orang purba dulu kena kasus kek gini cemana ya?

Sakit gigi tadi saya dapat semas prajab dan masih bertahan sampai sekarang. Btw saya juga dapat banyak oleh-oleh selepas prajab.

Mungkin yang agak menggelikan, saya memperoleh creeping erruption. Larva migran namanya, tiba-tiba berkunjung ke kulit kaki saya dan membuat jalur-jalur aneh hingga kaki mirip kek lepas di tato gitu. Geli banget gatel, pingin rasanya tu kulit dipotong aja.

Belum lagi rasa nyeri di pangkal paha, moga-moga cuma trauma aja. Rasanya alhamdulilah sangat mending, cuma belum bisa buat lari aja. Atau kalau batuk sama bersin harus pasang posisi jongkok atau tengkurap, soalnya jadi ikut ketarik dan nyeri tiap bersin dan batuk. Nah tengkurap atau jongkok tadi meminimalisasi ketariknya otot di pangkal paha jadi ga terlalu nyerinya.

Teringat sebuah pesan yang dibisikkan seorang teman saat mau perpisahan prajab kemarin. "Cepat sembuh ya".  Jujur mata agak bengong sedikit terharu. Atau sebuah testimoni seorang teman "Jaga kesehatan ya". Karena sebenarnya hati sudah bersiap kalau tak ada  yang percaya. Dan memandang bahwa pernyataan di awal acara adalah sebuah kebohongan hina. Memilih benar jadi apatis. Bersiap dicap klemar-klemer.

Sebuah doa juga mengalir tiap melihat bayang di cermin "Cepat sembuh, strong girl". Melihat saldo di dua rekening berdoa semoga cukup. Pingin ke RSPP dimana ada dokter tulang perempuan, just to make sure my hamstring is ok. Rontgen gigi plus cabut gigi. Mau minta orang tua gak tega. Rapelan cepatlah datang.

Oh ya di tanga ada prentul kecil-kecil mirip dabakan, tapi gak demam kok, moga cuma gatal2 biasa. Hidung bersin berkali-kali. Moga gak flu just kecapekan gitu. Yah aku lagi penyakitan ini. Cepet sembuh nak.

Minggu, 19 April 2015

Seminggu

Mungkin sudah seminggu aku bekerja dengan sebuah memar di muka
Seminggu juga tak ada pelembap atau bedak bahkan hanya sekedar cuci muka lagi di kamar mandi kantor
Seminggu juga berteman dengan dua salep penyembuh luka
Seminggu juga harus bersahabat dengan pandangan kasihan pegawai lainnya
Seminggu juga harus siap tersenyum saat ada yang tanya " Kenapa matanya?"
Seminggu juga harus siap dengan pertanyaan " Udah dioles belum lukanya?"
Seminggu juga sudah nakal pergi tidur di masjid lebih lama
Seminggu juga menggerutu pusing dan capek
Seminggu juga kurang bersyukur bertanya-tanya kapan definitif tiba
Seminggu juga hampir lupa bahwa enam bulan telah berlalu
Sedikit mengingatkan bersabarlah, berdoa dia akan tiba lebih awal dari yang dulu.

Kamis, 19 Maret 2015

Hujan

Karena hujan tak pernah lelah mengusik hati yang sedang kosong.

Butiran dari langit itu selalu  turun dengan ringannya. Seolah tak peduli dengan apa-apa saja yang dirasakan oleh makhluk di bumi. Baginya hanya satu. Diperintah turun maka meluncurlah tanpa beban. Menyambut gaya gravitasi. Berjumpa kembali dengan remah-remah bumi.

Malam ini seorang anak manusia cukup tergugah dengan hujan. Hawa dingin menembus kulit. Mengundang segala syaraf mengenang beberapa memori yang terjadi.

Karena bukan rindu yang dia rasakan. Layaknya seperti jiwa-jiwa lain saat menyambut hujan. Yang ada justru kosong. Hanya pertanyaan yang tersisa. Kenapa?

Kenapa harus berjumpa kalau semua berujung pada perpisahan?

Sang hujan pun diam tak berani sekalipun menyela. Tugasnya hanya turun. Pun sebenarnya anak itu tak pernah butuh jawaban.

Hanya guntur yang cukup ramah menemani anak itu. Setidaknya menenggelamkan gerutuannya agar langit tak mendengar sesuatu yang jauh lebih gila.

Kamis, 05 Maret 2015

Mungkin aku terlalu banyak bermaksiat sehingga doa-doa yang kukirimkan tak bisa menenangkan dirimu

Minggu, 01 Maret 2015

Aurora's Escapist

Aurora's escapist adalah nickname saya di aplikasi chat mXit. Aplikasi yang booming sekitar tahun 2007 an. Aurora sendiri diambil dari seorang dewi di mitologi Romawi. Kalo dalam mitologi Yunani lebih dikenal dengan Dewi Eos, Dewi Fajar. Kenapa saya memilih nama itu? Gak tau juga, bagus seperti fajar yang menyiratkan harapan dan kesempatan baru.Belakangan ini saya baru tahu kalau nama Fatma di belakang nama saya dimaksudkan juga untuk bermakna bersinar. Sebenarnya awalnya saya tertarik dengan kisah sendu bahwa dia memiliki kekasih yang mati sedang dia abadi. Walaupun demikian tetap bertugas untuk menerangi bumi dengan sinar dari tudungnya. Tapi ketika dikonfirmasi ternyata itu kisah dari dewi Selene, dewi Bulan. Fail?? Iya. 

Escapist sendiri artinya orang yang melarikan diri a.k.a kabur. Pada saat itu saya sedang ada masalah dengan kakak saya. Sehingga aplikasi chat itu juga bisa disebut ajang pelarian buat saya. Baru saja tadi ada teman yang menjuluki saya sebagai seorang yang mudah menyerah dan melarikan diri. Pendapat saya? Iya dia benar.

Untuk urusan hati saya sudah gak mau coba-coba lagi. Sekali aja kapok hahai. Maka saya benar-benar mau melarikan diri. Sejenak tak melihat wujudnya. Beberapa hari saja. Aturan pertama melarikan diri adalah larikan dirimu pada tempat yang tepat. Dan aku memilih rumah. Karena di sana setiap jengkal kebahagiaan berada. 

Sebelum pulang, saya mengetuk sebuah kaca. Dan yang kuketuk mengangkat tangannya. Saya hanya tersenyum sembari membatin "Hai aku ingin sembuh darimu". Tak tahukah dia kalau sebenarnya saya tertekan luar biasa atas perasaan ini. Dan cukup tidak lagi.

Apa yang membuat rumah menjadi tempat yang tepat. Ya karena setiap jengkal di sana merupakan kebahagiaan. Karena di sana selalu tersedia orang yang sudah bersusah payah membahagiakanmu sedari kecil. Tak usahlah bercerita tentang pundak yang menggendongmu tinggi-tinggi. Atau tangan ramah ibu yang selalu meraba dahi saat dirasa suhu tubuhmu meningkat saat bersalaman. Atau kakak yang tak banyak bicara namun kalau urusan adiknya sigapnya luar biasa. Atau si adik yang kerjanya mengeluh saja tapi selalu bahagia kala kau bilang esok akan di sana.Karena setiap jengkalnya berisi kebahagiaan.

Karena masih belum berbeda. Mungkin aku harus berbicara tentang seorang yang setengah baya. Berusaha menyenangkan anak perempuaanya. Mengangkut teman-temannya mengantar meski  larut sudah tiba. Dengan tenang tanpa menaruh lelah berusaha baik-baik saja. Karena bukan sekilo dua kilo jarak rumah satu yang lainnya namun belasan kilo dan sepertiga akhir malam sudah tiba.Yakinku saat itu lelahnya sudah luar biasa.

Atau tentang seorang kakak laki-laki yang rela meninggalkan sarangnya. Demi mengantar ke sana sini. Memasang badan ketika pemuda lain mendekati. Dia masih yang terbaik. Apapun keadaannya. Merasa aman di balik punggunnya di atas roda dua. Baik dari angin maupun hal lainnya. Atau salam perjumpaan mengusap rambut wajib baginya seperti sapaan hai, baik saja kan. Dan kubalas senyum. Atau ketika perpisahan, sabar dia menunggu hanya agar aku mendekati dan menyambut tangannya sembari berkata hati-hati. Dia alasan keduaku memutuskan pulang.

Mungkin Ibu dan Adikku akan kuumbar di lain cerita. Ini edisi beberapa laki-laki yang sudah Allah kirimkan untuk mencoba membahagiakanku.

Satu lagi. Seorang yang rela bangun di dini hari untuk menjemput lima belas kilometer di stasiun. Walau sudah dibilang tak papa. Aku disuruh diam menunggu saja. Perwakilan Bapak di sini. Masih terbayang kekawatiran pertama kali menunjukkan jalan ke kantor. Berdebat dengan kakaknya. Memintaku kos saja. Tak tega melihatku menempuh jalanan kota. Tiap kali bertanya capek tidak. Dan aku berusaha baik saja. Mata memendar lugu mulut menyungging senyum. Sudah terbiasa. Tak apa. 

Karena ketika teringat mereka. Maka aku bisa dengan congaknya berkata. Kau bukan apa-apa dibanding mereka. Senyum manis yang kau lemparkan untukku tak pernah bisa menandingi pahit peluh mereka yang bersusah payah menjagaku. 

Iya aku memilih tempat yang tepat untuk mengobati virus yang menjalar itu. Di rumah aku sadar banyak orang yang belum kubahagiakan. Dan untukmu aku hanya bisa memberi sebuah kursi pertemanan.

Minggu, 11 Januari 2015

Catatan Belukar

Tersebut pada sebuah hari dimana ada tiga manusia berkumpul. Tak ada yang berbeda dari mereka. Hanya saja jika kau bisa meraba hati mereka. Maka akan berbeda jauh. Sebuah hati sedang kelabu saat itu. Menrintih mencoba bertanya tanya dia pernah salah apa. Merasa sedang di acuhkan atau tidak ditanggapi merubah hatinya yang tadi jingga jadi kelabu.

Tersebut lagi seorang diantara mereka. Tak ada yang berbeda darinya. Ah mungkin yang pertama yang terlalu perasa. Atau memang dia memperlakukan berbeda. Tidak tau adanya. Hanya bisa mengira-ngira.

Hatinya kian lelah atas perasaan itu. Atas apa yang dirasa ingin sekali ku berkata. Dasar kau ini tak cukupkah membuat sedih diri sendiri. Bahwa kau mendahulukan prasangka di atas semua. Bahwa sebenarnya tidak pernah terjadi apa-apa di antara yang kedua. Bukan dirinya yang tidak bisa memahami dan bersifat seperti yang kau minta. Karena dirimu tetap dirimu. Dirinya tetaplah dirinya. Kau tak akan bisa memaksa dia menjadi kamu, atau juga sebaliknya.

Dan jika memang benar adanya. Jikalau hatimu memang sudah dianiaya. Maka tak perlu lah kau pikir apa buat yang telah dilakukannya, Tetap berbuat baiklah padanya. Apapun balasannya. Atau jika memang tidak bisa. Jangan pernah berbalas menyakitinya. Karena tetap sebuah contoh sudah dibuat.  Akhlakul Karimah hebatnya tak terbantah. Agama ini ditakdirkan berjaya bukan karena pedangnya. Namun dari kesederhanaan dan kesahajaannya. Dan engkau sebagai muslimah wajib menerapkannya.


Haduh

Sebenarnya blog ini dijadiin ajang aku nulis kalo lagi ga pingin di publish buat umum. Tapi somehow seorang teman tiba-tiba kepo. Dan tempat persembunyian pun terbongkar. Terus bingung. Nanti kalo mau ngumpet harus kemana lagi dong.